BeraniNews, Bombana – Dalam proses demokrasi, memilih seorang pemimpin adalah keputusan penting yang memengaruhi masa depan sebuah bangsa. Oleh karena itu, setiap warga negara perlu melakukan pertimbangan matang sebelum menjatuhkan pilihannya. Salah satu cara untuk menilai calon pemimpin adalah dengan memeriksa rekam jejak mereka. Sebagaimana yang disampaikan dalam kutipan inspiratif ini:
“Kita pilih pemimpin, kita harus periksa rekam jejaknya. Lima tahun lalu ketika dia punya kekuasaan dia buat apa? Berhasil atau gagal? Sepuluh tahun lalu dia buat apa? Kenapa?”
Pernyataan ini mengingatkan kita untuk tidak hanya terpaku pada janji-janji manis kampanye atau visi-misi yang ditawarkan calon pemimpin. Sebaliknya, rekam jejak menjadi indikator utama dalam menilai kualitas seorang pemimpin. Apa yang telah mereka lakukan di masa lalu memberikan gambaran nyata tentang kemampuan dan karakter mereka.
Hal ini selaras dengan perkataan Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln:
“Untuk mengukur kualitas kepemimpinan seorang pemimpin, kasih dia kekuasaan. Di situ kita tahu kualitas dan karakter dia.”
Kekuasaan adalah alat uji yang kuat. Ketika seorang pemimpin diberi tanggung jawab besar, bagaimana mereka menggunakan kekuasaan itu mencerminkan siapa mereka sebenarnya. Pemimpin yang baik akan memanfaatkan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat, memperjuangkan keadilan, dan menciptakan perubahan positif. Sebaliknya, pemimpin yang buruk akan terjebak dalam korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau kebijakan yang tidak efektif.
Di Indonesia, kita sering mendengar janji-janji kampanye yang menarik perhatian. Namun, tidak jarang janji-janji itu sulit direalisasikan saat pemimpin tersebut telah memegang kekuasaan. Hal ini terjadi karena visi dan misi yang disampaikan hanyalah “ibarat kecap nomor satu”—terdengar baik, tetapi belum tentu bisa diwujudkan dalam praktik.
Rekam jejak adalah catatan konkret atas apa yang telah dilakukan oleh seorang pemimpin. Dalam lima atau sepuluh tahun terakhir, apa saja pencapaian mereka? Apakah mereka berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengatasi masalah sosial, atau membawa perubahan positif di bidang yang mereka pimpin? Ataukah justru ada skandal atau kegagalan yang mencoreng rekam jejak mereka?
Sebagai contoh, ketika memilih seorang pemimpin daerah yang mencalonkan diri sebagai presiden, masyarakat perlu melihat apakah selama masa jabatannya sebagai kepala daerah, ia berhasil menjalankan program-programnya dengan baik. Apakah ada pembangunan yang signifikan, transparansi dalam pengelolaan anggaran, atau perbaikan di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur?
Sebagai pemilih, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pemimpin yang kita pilih adalah individu yang kompeten, berintegritas, dan memiliki visi yang jelas untuk kemajuan bangsa. Menilai rekam jejak adalah langkah awal yang harus dilakukan. Tidak hanya itu, kita juga perlu mempertimbangkan apakah pemimpin tersebut mampu menghadapi tantangan di masa depan dengan bijak dan tegas.
Perkataan Abraham Lincoln mengingatkan kita bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang apa yang dikatakan, tetapi lebih pada apa yang dilakukan ketika diberi tanggung jawab. Dengan memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak dan karakter mereka, kita turut berkontribusi pada masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini.
Demokrasi memberi kita hak untuk memilih, tetapi dengan hak itu datang pula tanggung jawab besar. Jangan biarkan janji-janji kosong atau pencitraan belaka membutakan kita. Ingat, masa depan bangsa ada di tangan pemimpin yang kita pilih hari ini. Jadi, mari kita memilih dengan bijak. (red)