Kabaena, BeraniNews – Kepulauan Kabaena, yang terletak di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan karena kondisi pembangunan yang memprihatinkan. Meskipun kaya akan sumber daya alam, seperti tambang nikel, potensi pertanian, dan perikanan, wilayah ini seolah terabaikan dalam berbagai program pembangunan pemerintah daerah. Realita ini semakin menonjol sejak Kabupaten Bombana resmi menjadi daerah otonomi pada 18 Desember 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003, hasil pemekaran dari Kabupaten Buton.
Dengan luas 873 km² dan penduduk sekitar 40.000 jiwa (data 2022), Kepulauan Kabaena terdiri dari enam kecamatan yang tersebar di kepulauan Kabaena. Namun, fakta menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah ini lebih banyak mengandalkan program bantuan dari pemerintah pusat dan aspirasi anggota DPR RI daripada bantuan yang signifikan dari pemerintah daerah Kabupaten Bombana.
Salah satu bukti nyata ketidakadilan pembangunan di Kabaena adalah kondisi infrastruktur jalan dan jembatan yang memprihatinkan. Jalanan berlubang, jembatan rusak, dan aksesibilitas antarwilayah yang minim menjadi pemandangan sehari-hari bagi masyarakat setempat. Situasi ini tidak hanya menghambat mobilitas masyarakat tetapi juga memengaruhi distribusi hasil bumi maupun aktivitas masyarakat lainnya, yang seharusnya menjadi penggerak utama ekonomi di kawasan ini.
Andi Arman (41), seorang warga Kecamatan Kabaena, mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap kondisi ini.
“Kami sudah bertahun-tahun mengalami jalanan yang rusak parah. Kalau musim hujan, jalan berubah jadi kubangan lumpur. Transportasi jadi sangat sulit, apalagi untuk mengangkut hasil tani. Padahal kami punya banyak hasil pertanian yang bisa dijual kalau aksesnya bagus,” keluhnya.
Selain infrastruktur, fasilitas kesehatan dan pendidikan di Kepulauan Kabaena juga jauh dari kata layak. Kurangnya puskesmas yang memadai, minimnya tenaga medis, dan fasilitas yang tidak mendukung menjadi hambatan besar bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang optimal. Di sektor pendidikan, keterbatasan tenaga pengajar, fasilitas belajar yang usang, serta akses pendidikan tinggi yang sulit semakin mempertegas ketimpangan yang dialami oleh warga Kabaena.
Anto (37), warga Kecamatan Kabaena Tengah, juga menyuarakan keresahannya.
“Di sini, kalau ada orang sakit atau ibu melahirkan yang butuh penanganan cepat, sering kali kami harus membawa mereka ke luar pulau karena fasilitas kesehatan di Kabaena sangat terbatas. Bahkan, ambulans sering tidak tersedia. Kami harus menyewa kapal, atau menunggu jadwal feri. Terkadang, kami membawa pulang jenazah karena meninggal di tengah laut. Sedih rasanya, seperti kami bukan bagian dari prioritas pemerintah daerah,” ujarnya.
Masa pemerintahan Bupati H. Tafdil dan Wakil Bupati Hj. Masyhura Ilah Ladamay, serta periode kedua H. Tafdil bersama Wakil Bupati Ir. Johan Salim, SP., M.M., tidak memberikan solusi atas kesenjangan ini. Justru, masyarakat menilai bahwa jurang ketidakadilan semakin lebar. Program-program pembangunan yang dilakukan terlihat lebih terfokus di wilayah daratan utama Bombana, sementara Kabaena dibiarkan berjuang sendiri dengan sumber daya terbatas.
Ironisnya, diskriminasi pembangunan ini terjadi di tengah melimpahnya potensi sumber daya alam Kabaena. Dengan cadangan tambang nikel yang besar, lahan subur untuk pertanian, serta hasil laut yang melimpah, wilayah ini sebenarnya memiliki daya tarik ekonomi yang besar. Namun, tanpa perhatian dan investasi yang memadai dari pemerintah daerah, potensi ini hanya menjadi angan-angan tanpa realisasi yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Kondisi ini memunculkan seruan dari berbagai elemen masyarakat untuk pemerataan pembangunan di Kabupaten Bombana, khususnya di Kepulauan Kabaena. Pemerintah daerah diharapkan lebih responsif dalam merumuskan kebijakan yang inklusif, mengalokasikan anggaran yang adil, dan melibatkan masyarakat lokal dalam setiap langkah pembangunan.
Diskriminasi pembangunan yang dialami Kabaena bukan sekadar masalah infrastruktur, melainkan masalah keadilan, keberpihakan dan kesetaraan. Dengan potensi besar yang dimiliki wilayah ini, Kabaena seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi, bukan wilayah yang terpinggirkan. Di tahun politik saat ini, menjelang pemilihan kepala daerah, sudah saatnya calon pemimpin daerah memberikan perhatian yang layak bagi Kabaena dan menjadikan wilayah ini bagian dari prioritas pembangunan. (red)