banner 325x300banner 325x300
Opini, News  

Bom Waktu Burisininta, Sosoronga, dan Bosu-Bosu Terhadap Motif Kontemporer Rapa Dara

Unknown's avatar
Motif Rapa Dara

Bom Waktu Burisininta, Sosoronga, dan Bosu-Bosu Terhadap Motif Kontemporer Rapa Dara

Oleh: Hardyawan (Tokoh Pemuda Kabaena)

BeraniNews.com – Gelombang penolakan terhadap penggunaan motif tenun Rapa Dara di Kabupaten Bombana belakangan ini menyeruak di ruang publik. Sebagian masyarakat merasa motif tersebut tidak merepresentasikan jati diri daerah dan meminta agar diganti dengan motif lama seperti Burisininta (Paku-Paku), Sosoronga, dan Bosu-Bosu (Renda-Renda).
Namun, di balik desakan itu, ada hal yang jauh lebih penting untuk dipahami: soal hak cipta dan perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).

Apa itu HaKI?

Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu atau lembaga atas karya cipta, penemuan, atau desain yang dihasilkan dari kemampuan intelektual seseorang. Dalam konteks tenun khas Bombana, motif tenun adalah bentuk ekspresi budaya yang lahir dari kreativitas dan daya cipta individu, sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Ketika sebuah motif telah terdaftar dan memperoleh sertifikat HaKI, maka pemiliknya memiliki hak penuh untuk mengatur penggunaan, penggandaan, distribusi, hingga pemberian izin pemakaian.
Dengan kata lain, motif tersebut bukan lagi milik umum, melainkan milik pribadi yang dilindungi undang-undang.

HAK Pemilik HaKI dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

1. Menentukan siapa yang boleh menggunakan karyanya.
2. Menarik manfaat ekonomi (royalti) dari hasil ciptaannya.
3. Menolak atau melarang pihak lain memperbanyak atau menggunakan tanpa izin.
4. Menyerahkan haknya kepada pihak lain (termasuk pemerintah daerah) melalui akta hibah atau perjanjian tertulis.

Jika inividu atau sebuah lembaga, organisasi, atau bahkan Pemerintah Daerah menggunakan karya ber-HaKI tanpa izin, maka perbuatan itu termasuk pelanggaran hak cipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 113 UU No. 28 Tahun 2014, dengan ancaman pidana hingga 4 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 1 miliar.

Bom waktu Sertifikat HaKI Rapa Dara
sumber: pdki-indonesia.dgip.go.id

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa motif Rapa Dara, hasil karya Hj. Fatmawati Kasim Marewa, telah memiliki sertifikat HaKI dan pada sertifikat tersebut telah dicantumkan bahwa pemegang Hak Cipta adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana. Artinya, pemerintah dan masyarakat sah secara hukum menggunakan motif ini dalam kegiatan resmi maupun kegiatan kemasyarakatan lainnya tanpa takut akan ancaman pidana penjara dan denda dari Pemilik HaKI.

READ  Heboh Isu Kenaikan Pajak PBB di Bombana, BKD Bongkar Fakta Sebenarnya

Sebaliknya, motif Burisininta, Sosoronga, dan Bosu-Bosu walau telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bombana Nomor 11 Tahun 2012 tentang Corak/motif Tomoronene Kabpaten Bombana. Namun, secara hukum, sertifikat HaKI atas motif-motif tersebut masih dimiliki oleh pribadi H. Tafdil dan pada sertifikat belum diserahkan secara resmi kepada pemerintah daerah.

Dengan demikian, penggunaan motif tersebut tanpa izin tertulis dari pemilik HaKI dapat dikategorikan sebagai PELANGGARAN HAK CIPTAInilah yang menjadi Bom Waktu Hukum bagi siapa pun yang mendorong penggunaannya tanpa dasar hukum yang jelas.

Sertifikat HaKI Burisininta - Paku-paku

Sertifikat HaKI Sosoronga

Sertifikat HaKI Bosu-Bosu Renda-Renda
sumber: pdki-indonesia.dgip.go.id

Rapa Dara: Kreativitas dan Identitas Kultural Moronene Kabaena

Secara etimologis, “Rapa Dara” dalam bahasa Moronene berarti “Kepala Kuda”.
Motif ini terinspirasi dari kehidupan masyarakat Kepulauan Kabaena, yang sejak dulu menjadikan kuda sebagai alat transportasi, perlombaan/hiburan dan bagian dari ritual adat pernikahan. Bahkan bagi masyarakat kabaena, mengkultuskan kuda sebagai binatang titisan dewa (sangia) pemberi rahmat bagi umat manusia. (Mohamad Subur dalam Rapa Dara Simbol Emansipasi Perempuan-Perempuan Tangguh Moronene Pulau Kabaena. (beraninews.com, 07/10/2025)

Sampai saat ini, salah satu rumah tokoh masyarakat di Desa Tirongkotua – Kabaena masih menggunakan tandu-tandu simbol Kepala Kuda (Rapa Dara) yang telah terpasang sejak 50 tahun lalu. Ini juga memberikan bukti kuat bahwa kuda merupakan bagian dari warisan budaya masyarakat bombana khususnya Moronene Kabaena. Dengan demikian, Rapa Dara bukan hanya hasil karya seni, tetapi juga representasi dari budaya dan sejarah masyarakat moronene Kabaena.

Motif Rapa Dara di rumah warga
Sumber: istimewa

Disisi lain, motif ini merupakan hasil kreativitas dan intelektualitas penciptanya, yang ingin menambah khasanah tenun khas Bombana agar lebih modern, kontemporer, dan memiliki nilai jual tinggi.
Setiap karya baru seperti ini adalah inovasi yang justru memperkaya warisan daerah, bukan menggantikannya.

READ  Tumbuhkan Jiwa Sportif dan Karakter Tangguh, Askab PSSI Bombana Gelar Bombana Cup 2025

Semakin banyak motif tenun yang lahir dan diakui, semakin besar peluang bagi pengrajin dan UMKM untuk berkembang. Motif yang beragam akan meningkatkan minat pasar, memperluas pesanan, dan memperkuat ekonomi lokal.

Sebaliknya, jika motif tenun hanya berkutat pada pola lama dan tidak mengikuti perkembangan zaman, pasar akan jenuh.
Pembeli akan bosan, produksi menurun, dan pengrajin tenun terancam mati suri.
Bahkan bisa lebih parah lagi, regenerasi pengrajin bisa terhenti, karena anak muda tidak melihat nilai ekonomi dari kerajinan ini. Akibatnya, tenun khas Bombana berpotensi PUNAH. Pertanyaannya: Siapa yang akan melestarikan motif budaya daerah? 

Masyarakat seharusnya memahami bahwa penghargaan terhadap warisan budaya tidak boleh menabrak hukum.
Motif tradisional seperti Burisininta, Sosoronga, dan Bosu-Bosu tetap penting, namun perlu penyelesaian administratif atas kepemilikan HaKI-nya. Jika pemilik HaKI bersedia menyerahkan atau menghibahkan kepada pemerintah daerah, maka motif tersebut bisa digunakan secara luas tanpa resiko hukum dalam artian Pidana Penjara mapun Denda.

Perdebatan tentang motif tenun seharusnya tidak berujung pada konflik sosial, tetapi menjadi refleksi bersama tentang bagaimana masyarakat Bombana memandang karya dan kreativitas untuk menambah khasanah tenun, meningkatkan perekonomian, melestarikan pengrajin/penenun serta melestarikan warisan budaya daerah. bahkan, bisa berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menyiapkan sarana dan prasarana pengrajin tenun.

Tanpa perlindungan hukum dan penghargaan terhadap pencipta, kreativitas akan mati, dan Warisan Budaya justru kehilangan masa depannya dan pengrajin tenun terancam punah. Jangan sampai motif yang kita banggakan justru menjadi bom waktu hukum karena ketidaktahuan dan ego sektoral. —

banner 325x300
banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300banner 325x300