BeraniNews, Jakarta – Pemilihan umum presiden Amerika Serikat tahun 2024 berlangsung dengan intensitas politik yang sangat panas, diwarnai persaingan ketat antara kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, dan petahana dari Partai Demokrat, Joe Biden. Di tengah situasi yang menantang, baik di bidang politik maupun ekonomi, kedua kandidat tak segan melakukan serangan satu sama lain untuk menarik dukungan publik dan menguatkan posisi mereka dalam pemilihan.
Dalam salah satu pidatonya, Trump melontarkan kritik pedas terhadap Wakil Presiden Kamala Harris, yang disebutnya sebagai sosok yang “menghancurkan negara.” Trump
menyampaikan tudingan ini di tengah meningkatnya ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintahan Biden-Harris. Menurut Trump, kebijakan Biden dan Kamala hanya memperburuk keadaan ekonomi dan sosial Amerika Serikat. Ia menganggap bahwa inflasi yang melonjak, peningkatan harga kebutuhan pokok, dan semakin sulitnya akses ke lapangan pekerjaan adalah bukti dari “kesalahan” kebijakan yang mereka jalankan.
Trump juga menjanjikan untuk membawa kembali kemandirian ekonomi dan mengutamakan kepentingan dalam negeri jika ia terpilih kembali. Pendekatan ini, menurut Trump, akan mengutamakan pembangunan industri nasional serta menjaga pasar kerja untuk rakyat Amerika. Ia juga mengkritik pendekatan global pemerintahan Biden yang dianggapnya terlalu mengandalkan investasi asing, yang dinilainya merugikan sektor ekonomi domestik.
Elon Musk: “Amerika Sudah Bangkrut”
Di pihak pendukung Trump, Elon Musk, tokoh teknologi terkemuka dan CEO Tesla serta SpaceX, turut melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Dalam beberapa kesempatan, Musk menuding bahwa Amerika Serikat berada di ambang kebangkrutan karena pemerintah telah menghamburkan anggaran tanpa pengelolaan yang efektif. Musk menyoroti besarnya anggaran federal yang dinilainya dihabiskan untuk program-program yang kurang produktif dan boros.
Musk juga mengusulkan bahwa jika Trump terpilih, ada rencana untuk memangkas pengeluaran pemerintah federal sebesar Rp 31.390 triliun atau setara dengan USD 2 triliun. Menurut Musk, langkah ini dapat diwujudkan dengan memanfaatkan teknologi yang lebih efisien dalam sektor publik. Selain itu, ia meyakini bahwa penggunaan teknologi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi pelayanan pemerintah, mengurangi beban pajak, dan mendukung kemandirian ekonomi AS. Musk yakin bahwa program pemangkasan anggaran ini tidak hanya akan mengurangi beban negara, tetapi juga membantu meningkatkan investasi dalam riset dan inovasi teknologi.
Pernyataan Musk mendapat perhatian luas dari publik dan berbagai kalangan bisnis, tetapi juga menuai kritik dari pihak oposisi yang meragukan apakah langkah pemangkasan anggaran sebesar itu dapat dilakukan tanpa mengorbankan pelayanan publik dan kesejahteraan sosial. Mereka juga mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yang mengandalkan berbagai program sosial.
Joe Biden Menuduh Elon Musk Mempekerjakan Tenaga Kerja Ilegal
Menanggapi kritik yang disampaikan Musk dan Trump, Presiden Joe Biden justru melontarkan tuduhan balik yang cukup kontroversial. Biden menuding Elon Musk, yang dikenal sebagai salah satu pengusaha terbesar di Amerika, telah menggunakan tenaga kerja ilegal dalam perusahaannya. Tudingan ini cukup menggemparkan, mengingat status Musk sebagai tokoh inovasi yang berpengaruh di industri teknologi Amerika.
Biden juga berjanji bahwa jika ia terpilih kembali, ia akan mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran terkait ketenagakerjaan. Pemerintahannya berkomitmen untuk memperketat pengawasan dalam hal perekrutan tenaga kerja asing agar aturan ketenagakerjaan dapat ditegakkan secara konsisten. Kritik dari Biden ini semakin memanaskan situasi pemilu yang telah sarat dengan isu-isu ekonomi dan etika politik.
Dampak Pemilu AS 2024 bagi Dunia dan Indonesia
Pemilu Amerika Serikat tahun ini bukan hanya akan berdampak besar bagi warga Amerika sendiri, tetapi juga bagi stabilitas global, termasuk bagi Indonesia. Kebijakan ekonomi dan politik luar negeri AS yang akan dijalankan oleh pemenang pemilu ini akan menentukan arah hubungan diplomatik serta ekonomi Amerika dengan negara-negara di dunia.
Jika Trump berhasil kembali ke Gedung Putih, Amerika Serikat diprediksi akan mengutamakan kebijakan proteksionisme ekonomi dan efisiensi dalam anggaran. Hal ini dapat menyebabkan hubungan perdagangan yang lebih selektif dan kemungkinan berkurangnya dukungan Amerika untuk program internasional yang dianggap tidak menguntungkan. Di sisi lain, pemerintahan Biden yang berfokus pada kerjasama internasional dan perubahan iklim diperkirakan akan memperkuat diplomasi AS di kancah global, termasuk meningkatkan aliansi di bidang keamanan siber dan perubahan iklim.
Bagi Indonesia, pemilu ini membawa dampak signifikan. Di bawah kepemimpinan Trump, arah perdagangan antara Indonesia dan Amerika bisa menjadi lebih selektif, sehingga diperlukan kesiapan dari pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan kebijakan perdagangan agar tetap kompetitif. Sedangkan jika Biden terpilih kembali, peluang untuk memperkuat aliansi di bidang ekonomi hijau dan ketahanan pangan mungkin akan terbuka lebih lebar. Terlepas dari siapa yang menang, kebijakan AS yang baru akan membawa dampak besar bagi stabilitas ekonomi global, hubungan bilateral, serta geopolitik dunia, termasuk bagi posisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Hasil pemilu ini akan menjadi perhatian utama masyarakat internasional mengingat posisi Amerika Serikat sebagai salah satu negara adidaya yang sangat mempengaruhi stabilitas dan kebijakan ekonomi dunia.
(Tmn)