BeraniNews, Jakarta – Gara-gara Putusan Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada seluruh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Keputusan ini diambil karena para komisioner terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait pemenuhan keterwakilan 30 persen perempuan dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Anggota Majelis Hakim DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menyatakan bahwa KPU RI melakukan pembangkangan terhadap hukum. Hal ini disebabkan KPU RI tidak menindaklanjuti putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagaimana diatur dalam Pasal 462 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pasal tersebut mewajibkan KPU, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk melaksanakan putusan Bawaslu paling lambat tiga hari setelah putusan dibacakan.
Salah satu kasus yang disoroti adalah kegagalan KPU RI dalam memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan, yang menyebabkan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Daerah Pemilihan (Dapil) VI Provinsi Gorontalo. “Tindakan teradu 2 sampai dengan teradu 7 merupakan pembangkangan terhadap hukum dan etika. Tindakan ini berdampak luas dan merugikan upaya pemenuhan keterwakilan perempuan dalam politik,” ujar Ratna Dewi dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/12/2024).
DKPP juga menyoroti sikap KPU RI yang tidak menindaklanjuti Putusan Bawaslu Nomor 010 tertanggal 29 November 2023. Putusan tersebut memerintahkan KPU RI untuk memperbaiki tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam pencalonan anggota DPR sesuai Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24P/HUM/2023 dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Namun, KPU RI dinilai lamban dalam menerapkan putusan tersebut. “Seharusnya termohon dapat segera menerapkan putusan Mahkamah Agung tentang ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam penetapan Daftar Calon Tetap (DCT),” ujar Ratna Dewi. Ketidakpatuhan KPU RI dalam mengubah PKPU 10/2023 untuk menyesuaikan dengan putusan MA mengakibatkan ketidakpastian hukum. Akibatnya, sejumlah KPU di tingkat daerah tetap menetapkan DCT anggota DPRD meskipun ada partai politik yang tidak memenuhi kuota keterwakilan perempuan 30 persen.
“Para teradu terbukti tidak menindak lanjuti putusan bawaslu dengan sungguh-sungguh terhadap pemenuhan keterwakilan 30% keterwakilan perempuan yang berakibat pemungutan suara ulang yang di dapil enam Provinsi Gorontalo,” kata Anggota Majelis Hakim DKPP Ratna Dewi Pettalolo dalam sidang di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Atas pertimbangan tersebut, DKPP menjatuhkan hukuman berupa sanksi peringatan keras kepada para enam komisioner, termasuk Ketua KPU RI berdasarkan pelaporan terhadap perkara yang teregister dengan nomor 214-PKE-DKPP/IX/2024.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu III Mochammad Afifudin selaku ketua merangkap anggota KPU, teradu II Idham Holik, teradu IV Yulianto Sudarajat, teradu V Betty Epsilon Idroos, teradu VI Parsadan Harahap, teradu VII August Mellaz masing-masing selaku anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Hakim DKPP Heddy Lugito dalam putusannya.
Ketua Majelis Hakim DKPP, Heddy Lugito, menyatakan bahwa sanksi ini berlaku sejak putusan dibacakan. DKPP juga memerintahkan KPU RI untuk melaksanakan amar putusan paling lambat tujuh hari setelah putusan ini disampaikan. Selain itu, Bawaslu diminta untuk mengawasi pelaksanaan putusan DKPP tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan sembilan pengadu yang terdiri dari Mikewati Vera Tangka, Misthohizzaman, Listyowati, Rotua Valentina, Wirdyaningsih, Egi Primayogha Mardhika, Hadar Nafis Gumay, Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Wahidah Suaib. Para pengadu menilai KPU RI tidak menindaklanjuti Putusan Bawaslu RI Nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 dengan sungguh-sungguh. Akibatnya, terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Dapil VI Provinsi Gorontalo.
(tmn)